Pembangunan Batalion Siliwangi di Rancapinang Tuai Polemik Masyarakat

Rancapinang merupakan salah satu desa terujung di Kecamatan Cimanggu yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Di seberangnya terdapat Pulau Tinjil, pulau terluar Indonesia yang memiliki posisi strategis karena berhadapan langsung dengan perairan Australia.
Dalam konteks pertahanan nasional, Rancapinang kini menjadi lokasi pembangunan Batalion Siliwangi. Proyek ini termasuk dalam program pembangunan nasional yang dirancang memiliki peran ganda: selain menjaga kedaulatan negara, juga mendukung agenda pembangunan nasional seperti ketahanan pangan, kesehatan, dan infrastruktur.
Namun demikian, pembangunan batalion tersebut menuai polemik di masyarakat. Pasalnya, proses pembangunan dianggap berdampak pada lahan dan permukiman warga. Hal ini diperkuat dengan adanya klaim sepihak atas tanah seluas kurang lebih 367 hektar, berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) yang dimiliki TNI.
Masyarakat menegaskan bahwa sejak awal tidak pernah ada proses pelepasan hak atau jual beli tanah yang sah. Pada tahun 1997, memang pernah terjadi kompensasi yang sifatnya terbatas hanya untuk kerusakan tanaman warga akibat latihan militer, namun masyarakat menolak jika hal itu dianggap sebagai ganti rugi atau bentuk jual beli tanah.
Kini, dengan adanya klaim sepihak tersebut, warga mengaku resah karena lahan garapan bahkan area permukiman mereka ikut terdampak. Mereka merasa hak-hak dasarnya sebagai pemilik lahan secara turun-temurun diabaikan.
Masyarakat berharap pemerintah daerah maupun pusat segera turun tangan agar persoalan ini dapat diselesaikan dengan adil, transparan, dan memiliki kepastian hukum tetap, sehingga polemik berkepanjangan yang menimbulkan keresahan tidak terus terjadi. (Red/Han)